Laman

Selasa, 11 Januari 2011

10 Januari 1973 - Hari Lahir PDI Perjuangan (hasil fusi 5 partai politik)

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) merupakan kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan hasil dari fusi 5 (lima) partai politik.


Kelima partai politik tersebut adalah:

  • Partai Nasional Indonesia (PNI)
  • Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
  • Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI)
  • Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
  • Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba)
Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya tanggal 10 Januari 1973 dalam pertemuan Majelis Permusyawaratan Kelompok Pusat (MPKP) di Kantor Sekretariat PNI Jl. Salemba Raya No. 73 Jakarta, Kelompok Demokrasi dan Pembangunan melaksanakan fusi menjadi satu wadah partai yang bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).


Deklasari ditandatangani oleh wakil kelima partai, yaitu MH. Isnaeni dan Abdul Madjid mewakili Partai Nasional Indonesia, A. Wenas dan Sabam Sirait mewakili Partai Kristen Indonesia, Beng Mang Rey Say dan FX. Wignyosumarsono mewakili Partai Katolik, S. Murbantoko R. J. Pakan mewakili Partai Murba dan Achmad Sukarmadidjaja dan Drs. Mh. Sadri mewakili Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia.


Setelah gagalnya Kongres IV PDI yang berlangsung di Medan, muncul nama Megawati Soekarnoputri yang diusung oleh warga PDI untuk tampil menjadi Ketua Umum. Megawati Soekarnoputri dianggap mampu menjadi tokoh pemersatu PDI.

Dukungan tersebut muncul dari DPC berbagai daerah yang datang kekediamannya pada tanggal 11 September 1993 sebanyak lebih dari 100 orang yang berasal dari 70 DPC. Mereka meminta Megawati tampil menjadi kandidat Ketua Umum DPP PDI melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar pada tanggal 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.

Dukungan terhadap Megawati semakin kuat dan semakin melejit dalam bursa calon Ketua Umum DPP PDI. Muncul kekhawatiran Pemerintah dengan fenomena tersebut. Pemerintah tidak ingin Megawati tampil dan untuk menghadang laju Megawati ke dalam bursa pencalonan Ketua Umum, dalam acara Rapimda PDI Sumatera Utara tanggal 19 Oktober 1993 yang diadakan dalam rangka persiapan KLB muncul larangan mendukung pencalonan Megawati.

Kendati penghadangan oleh Pemerintah terhadap Megawati untuk tidak maju sebagai kandidat Ketua Umum sangat kuat, keinginan sebagian besar peserta KLB untuk menjadikan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI tidak dapat dihalangi hingga akhirnya Megawati dinyatakan sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto.

Untuk menyelesaikan konflik PDI, beberapa hari setelah KLB, Mendagri bertemu Megawati, DPD-DPD dan juga caretaker untuk menyelenggarakan Munas dalam rangka membentuk formatur dan menyusun kepengurusan DPP PDI. Akhirnya Musyawarah Nasional (Munas) dilaksanakan tanggal 22-23 Desember 1993 di Jakarta dan secara de jure Megawati Soekarnoputri dikukuhkan sebagai Ketua Umum DPP PDI.
Dalam Munas ini dihasilkan kepengurusan DPP PDI periode 1993-1998. Berakhirnya Munas ternyata tidak mengakhiri konflik internal PDI.

Kelompok Yusuf Merukh membentuk DPP PDI Reshuffle walau tidak diakui oleh Pemerintah namun kegiatannya tidak pernah dilarang. Disamping itu kelompok Soerjadi sangat gencar melakukan penggalangan ke daerah-daerah dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan menggelar Kongres.
Dari 28 pengurus DPP PDI, 16 orang anggota DPP PDI berhasil dirangkulnya untuk menggelar Kongres.

Ketua Umum DPP PDI, Megawati Soekarnoputri menolak tegas diselenggarakannya "Kongres", kemudian pada tanggal 5 Juni 1996, empat orang deklaratir fusi PDI yakni Mh Isnaeni, Sabam Sirait, Abdul Madjid dan Beng Mang Reng Say mengadakan jumpa pres menolak Kongres.

Kelompok Fatimah Achmad yang didukung oleh Pemerintah tetap menyelenggarakan Kongres pada tanggal 2-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan dengan didukung penjagaan yang sangat ketat dari aparat keamanan lengkap dengan panser.

Pagar Asrama Haji tempat kegiatan berlangsung ditinggikan dengan kawat berduri setinggi dua meter. Disamping itu di persimpangan jalan dilakukan pemeriksaan Kartu Tanda Penduduk terhadap orang-orang yang melintas.

Warga PDI yang tetap setia mendukung Megawati demonstrasi secara besar-besaran pada tanggal 20 Juni 1996 memprotes Kongres rekayasa yang diselenggarakan oleh kelompok Fatimah Achmad, demontrasi itu berakhir bentrok dengan aparat dan saat ini dikenal dengan "Peristiwa Gambir Berdarah".

Meskipun masa pendukung Megawati yang menolak keras Kongres Medan, namun Pemerintah tetap mengakui hasil Kongres tersebut. Pemerintah mengakui secara formal keberadaan DPP PDI hasil Kongres Medan dan menyatakan PDI hasil Kongres Medan sebagai peserta Pemilu tahun 1997.
Tanggal 25 Juli 1996 Presiden Soeharto menerima 11 pengurus DPP PDI hasil Kongres Medan yang dipimpin oleh Soerjadi selaku Ketua Umum dan Buttu Hutapea selaku Sekretaris Jenderal. Hal ini semakin membuat posisi Megawati dan para pengikutnya semakin terpojok.

Masa pendukung Megawati mengadakan "Mimbar Demokrasi" dihalaman Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro hingga pada tanggal 27 Juli 1996, kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan orang berkaos merah yang bermaksud mengambil alih kantor DPP PDI.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa "Sabtu Kelabu 27 Juli" yang banyak menelan korban jiwa.

Pasca peristiwa 27 Juli, Megawati beserta jajaran pengurusnya masih tetap eksis walaupun dengan berpindah-pindah kantor dan aktivitas yang dilakukan dibawah pantauan Pemerintah.

Pada Pemilu 1997 Megawati melalui Pesan Hariannya menyatakan bahwa PDI dibawah pimpinannya tidak ikut kampanye atas nama PDI. Pemilu 1997 diikuti oleh PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan hasil Pemilu menunjukan kuatnya dukungan warga PDI kepada Megawati karena hasil Pemilu PDI merosot tajam dan hanya berhasil meraih 11 kursi DPR.

Tahun 1998 membawa angin segar bagi PDI dibawah kepemimpinan Megawati.Di tengah besarnya keinginan masyarakat untuk melakukan reformasi politik, PDI dibawah kepemimpinan Megawati kian berkibar. Pasca Lengsernya Soeharto, dukungan terhadap PDI dibawah kepemimpinan Megawati semakin kuat, sorotan kepada PDI bukan hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan Megawati menyelenggarakan Kongres V PDI yang berlangsung di Denpasar Bali.

Kongres ini berlangsung secara demokratis dan dihadiri oleh para duta besar negara sahabat. Kongres ini disebut dengan "Kongres Rakyat". Karena selama kegiatan Kongres berlangsung dari mulai acara pembukaan yang diselenggarakan di lapangan Kapten Japa, Denpasar sampai acara penutupan Kongres, jalan-jalan selalu ramai dipadati warga masyarakat yang antusias mengikuti jalannya Kongres tersebut.

Di dalam Kongres V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi.
Didalam Kongres tersebut, Megawati diberi kewenangan khusus untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam rangka eksistensi partai, NKRI dan UUD 1945, kewenangan tersebut dimasukan di dalam AD-ART PDI. 


Meskipun pemerintahan sudah berganti, namun yang diakui oleh Pemerintah adalah masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. Oleh karenanya agar dapat mengikuti Pemilu tahun 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal, kemudian dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta.

[Sumber: pdipematangsiantar.blogspot; wikipedia]

Minggu, 09 Januari 2011

4 Januari 1946 - Ibukota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta

Karena situasi keamanan Ibukota Jakarta yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan Ibukota Republik Indonesia. Meninggalkan Sjahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di Jakarta.

Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api, yang disebut dengan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang digunakan adalah rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa. Padahal yang luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan di luar jadwal yang ada, karena kereta dengan perjalanan luar biasa ini, mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan keluarga dan staf, gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) untuk VVIP.




Sehari setelah pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 28 Desember 1949, Presiden Soekarno kembali ke Jakarta. Secara otomatis fungsi Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Republik berakhir.



Jumat, 07 Januari 2011

Soekarno - Presiden Pertama Republik Indonesia


Soekarno lahir di Surabaya, 6 Juni 1901. Ayahnya seorang mantri guru bernama R.Soekemi Sosrodihardjo. Ibunya, Nyoman Rai Sarimben, kerabat seorang bangsawan di Singaraja (Bali).

Soekarno menamatkan ELS (Europeesche Lagere School) di Mojokerto, HBS (Hogere Burger School) di Surabaya, dan THS (Technische Hooge School) di Bandung. Beliau berhasil meraih gelar Insinyur pada 25 Mei 1926.



Tahun 1927 Soekarno mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) dengan tujuan Indonesia Merdeka. Karena gerakannya dianggap membahayakan pemerintah Belanda yang sedang berkuasa, Soekarno ditangkap dan dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung. Pidato pembelaannya yang berjudul "Indonesia Menggugat" yang dibacakan di pengadilan Landraat Bandung, menggegerkan dunia.

Setelah bebas, beliau memimpin Partindo (Partai Indonesia). Tahun 1933, beliau kembali ditangkap dan dibuang ke Endeh, Flores. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu hingga Jepang masuk.

Pada 1 Juni 1945, Soekarno mencetuskan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia Merdeka dalam pidatonya di depan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokoritsu Zyunbi Tyoosakai). Pancasila lalu dimasukkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

17 Agustus 1945 Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Keesokan harinya, Soekarno secara aklamasi dipilih dan ditetapkan sebagai presiden pertama Republik Indonesia.


Tahun 1962 Presiden Soekarno berhasil mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia. Beliau juga aktif memperjuangkan kemerdekaan negara-negara terjajah melalui Konferensi Asia-Afrika dan berupaya membangun tata Dunia Baru bersama sejumlah tokoh dunia.

Soekarno mendapat gelar Honoris Causa dari 26 universitas di dalam maupun di luar negeri dan berbagai sebutan kehormatan dari rakyat. Bapak Bangsa, Bapak Marhaen, Pemimpin Agung, Pemimpin Besar Revolusi, dan lain-lain. Namun beliau lebih suka disebut sebagai Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Tahun 1965 terjadi Peristiwa G30S yang bertujuan mengambil alih kekuasaan pemerintahan Soekarno. Tragisnya, Soekarno dituduh sebagai "dalang" peristiwa tersebut. MPRS rekayasa Orde Baru mengakhiri kekuasaan Soekarno, dan TAP MPRS XXXIII Th. 1967 melarang kehidupan politik Soekarno beserta ajarannya. Secara fisik Soekarno diasingkan di Wisma Yaso, Jakarta.

Minggu, 21 Juni 1970, Soekarno wafat dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur, di dekat makam ibundanya. Namun, penghancuran terhadap kharisma Soekarno tak kunjung surut. Nama Soekarno berusaha dilenyapkan melalui praktek-praktek de-Soekarnoisasi. Pengingkaran peran sejarah Soekarno dilakukan melalui buku-buku pendidikan. Soekarno disebutkan bukan orang yang pertama merumuskan Pancasila, melainkan Muhammad Yamin dan Soepomo. Dan sampai sekarang Soekarno belum secara resmi dikukuhkan sebagai Bapak Bangsa oleh Pemerintah.